TERKENANG
Malam
ini semua kenangan itu kembali lagi. Seolah dia tak mengerti betapa sakitnya
hatiku. Setelah kubunuh waktuku dengan berbagai kesibukanku, ingatan itu masih
juga belum dapat kuhilangkan. Kenangan pahit yang tak mungkin dapat terlupakan.
Aku tak pernah bermaksud untuk berdendam hati, tapi memori yang sulit kuhapus
itu selalu menggugah rasa benci di hatiku yang terluka parah.
Masih terbayang dengan jelas
saat-saat manis satu tahun silam. Saat aku baru mengenal seorang pemuda yang
kulihat berbeda dari yang lainnya. Dia tidak tampan. Kulitnya hitam. Postur
tubuhnya juga tidak menawan. Dari sekian banyak pemuda yang pernah mengganggu
hatiku, dapat kukatakan bahwa dialah orang yang paling biasa. Namun, dia pula
yang paling mampu membuatku merasakan hal yang berbeda.
Dia selalu menghabiskan akhir
pekannya di senuah rumah kecil yang berada di depan rumahku. Mamaku yang
membuka warung kecil selalu menjadi tempat mampir baginya. Bahkan, aku
cenderung merasa bahwa dia lebih banyak menghabiskan waktu akhir pekannya di
warung mamaku. Aku yang setiap akhir pekan selalu membantu mama di warung,
kerapkali merasa heran dengan sikap pemuda itu.
Pertama kali dia singgah di
warungku, dia sama sekali tidak mengajakku bicara, tapi sorot matanya tak dapat
kupungkiri beberapa kali tertangkap tengah mengarah kepadaku. Tak hanya aku
yang merasa demikian, mamaku menyatakan bahwa pemuda itu sering menatapku.
Sedangkan diriku, aku telah jatuh cinta ketika pertama kali kulihat dia
melintas di depan warungku. Sehingga dapat
dibayangkan betapa bahagianya hatiku ketika kusadari bahwa orang yang kusuka
pun menyukaiku.
Waktu demi waktu pun berlalu. Aku
semakin dekat dengannya. Kami kerap berkelakar berdua. Dia juga semakin banyak
menghabiskan akhir pekannya di warung. Hatiku selalu mencari-cari dirinya, jika
sedetik saja dia terlambat muncul di hadapanku. Mamaku yang telah jatuh hati
pula kepadanya dan menganggapnya sebagai anak sendiri, selalu menyampaikan
keresahanku itu kepadanya. Dan dia hanya tersenyum melihat ke arahku.
Banyak hal yang kami lewati bersama.
Hingga tak mengherankan jika orang sekitar kemudian mengira bahwa kami telah
menjalin hubungan cinta. Secara hati tak dapat kupungkiri kami telah menjalin
ikatan cinta itu, tapi tak pernah ada ikrar untuk itu.
Aku hanya diam memendam rasa. Bukan
karena tak kudapati sinyal cinta darinya, melainkan karena aku menunggu
pernyataan darinya. Sebagai wanita, egoku terlalu besar untuk mengutarakan
perasaan terlebih dahulu.
Begitu
banyak sinyal yang diberikannya. Aku pun sangat bahagia ketika sinyal itu
kutangkap dengan begitu jelas.
Kemarahannya
saat ada temannya yang mengajakku berkenalan dan berjabat tangan denganku.
Tatapannya yang hangat. Kedekatannya dengan mamaku. Kepeduliannya saat aku tak
memiliki nafsu makan. Kata-katanya yang terdengar begitu akrab. Ketika dia
berdiri ataupun duduk di dekatku, dia mengamatiku dan terlihat jelas
kegugupannya. Diamnya dia saat aku tak mempedulikannya. Buatku semuanya begitu
indah. Begitu berharga. Bahkan, saat hari terakhir aku melihat wajahnya, aku
dapati kesedihan yang luar biasa di raut mukanya. Wajah tak bergairah yang
terus membayangi setiap langkahku dan membuatku semakin yakin bahwa dia
mencintaiku.
Setahun
berlalu, hingga kemudian dia kembali lagi dengan cinta yang sama. kali itu dia
hadir untuk mengutarakan isi hatinya. Begitu mesra kata-katanya yang
menggambarkan penyesalannya karena tidak mengutarakan perasaan yang telah lama
dirasakannya.
Rasanya
aku adalah wanita yang paling beruntung di dunia. Aku mampu memiliki pemuda
yang benar-benar kucinta. Pemuda yang siang dan malam aku harapkan dapat
membalas apa yang aku rasakan. Aku seakan-akan dibawa terbang ke langit
ketujuh. Aku begitu bahagia.
Kami
sepakat menjalin ikatan cinta. Kami berjanji akan mengucap janji suci
pernikahan dua tahun yang akan datang. Dia mampu meyakinkanku bahwa hanya
akulah wanita yang dia damba selama ini. Dia yang sudah mengenalku dan
orangtuaku mampu membuatku selalu percaya dengan hubungan jarak jauh yang kami
jalin. Dan aku selalu mencintai dan menjaga kesetiaanku padanya.
Hingga
akhirnya ku tiba dalam suatu jurang cinta yang begitu dalam. Bukan aku yang
terjun ke dalamnya, tapi dia yang kucinta. Dia tergoda oleh seorang wanita. Aku
tak pernah habis berpikir mengapa aku begitu mempercayai pemuda itu. Bahkan,
setelah aku dicampakkannya demi wanita lain itu, aku masih menyimpan harapan
kepadanya. Aku jatuh, terlunta-lunta berulangkali, tapi aku bertahan. Aku yakin
bahwa dia yang kucinta akan kembali kepadaku.
Kini,
fakta itu berkata lain. Dia tega memfitnahku dan bertunangan dengan wanita itu.
Betapa hancurnya hatiku aku tak bisa menggambarkan bagaimana aku merasa tak ada
gunanya lagi berada di dunia ini. Aku berjuang dalam setiap langkahku untuk
merebut perhatiannya lagi. Aku berjuang agar dia kembali menoleh dan kembali
kepadaku. Aku rela menghilangkan egoku. Aku menghubunginya setiap saat, aku
mengungkapkan perasaanku tanpa kulihat bagaimana posisiku sebagai seorang
wanita. Aku tetap memperlakukannya
dengan baik saat dia menghubungiku. Namun, semuanya sia-sia belaka.
Sekarang
aku merasa bahwa aku adalah orang yang paling bodoh sedunia kala itu. Aku hanya
bisa diam saat disakiti dan selalu berharap bahwa pemuda yang telah menyakitiku
berulangkali itu kembali lagi padaku. Namun, sudah kuputuskan, aku akan menghapus
semua kenangan tentangnya. Walaupun tak semudah yang kubayangkan dan kualami seperti
kisah-kisah laluku sebelum dengannya, aku tetap berusaha.
Hari
ini, tepat tiga bulan aku belajar melupakannya dengan cara membunuh waktu yang
kumiliki. Hampir tak ada waktu untukku untuk diam menyendiri. Kupadatkan
kegiatanku. Semua itu hanya untuk satu tujuan, yaitu melupakan dia, pemuda yang
kucintai sekaligus kubenci. Namun, aku
gagal. Bayangannya masih terus menghantuiku.
Hari
ini adalah salah satu buktinya. Aku teringat kembali kepadanya. Di sela-sela
kesibukanku, bayangannya hadir lagi di pelupuk mataku. Ingin rasanya aku
menangis mengingat betapa kejamnya dia padaku, tapi aku tak mau terlihat lemah
di hadapan orang lain. Aku menahan air mata itu. Aku berjanji, aku tak akan
pernah menangis untuk dia lagi. Aku janji itu. Aku akan jadikan dia masa laluku
yang pahit dan akan kulupakan.
0 komentar:
Posting Komentar