CERPEN

Aku Kehilangan dan Tak Merasa Kehilangan
Ketika seorang manusia berada di masa remaja, kata “pacaran” merupakan hal yang paling ingin dirasakan. Begitupula diriku. aku tidak pernah merasakan indahnya berpacaran semasa sekolah. Jika hanya sebatas menaksir salah satu teman pria, maka aku pun pernah merasakannya. Namun, tidak dengan pacaran.
Oleh karena itu, ketika aku lulus dari SMA, aku begitu ingin merasakan indahnya berpacaran. Hingga akhirnya seorang pemuda dari kalangan militer menyatakan cintanya padaku. Dia bernama Naya.
Sebenarnya, hatiku tertarik kepada temannya yang bernama Galang. Namun, aku terlalu menginginkan status pacaran itu. Galang tidak pernah menyatakan bahwa dia mencintaiku, sedangkan Naya mengatakan hal itu. Hal itulah yang menyebabkan aku memilih untuk membuat komitmen bersama dengan Naya.
Selama satu bulan, aku dan Naya menjalani hubungan pacaran di depan Galang. Setiap pertemuanku dengan Naya, dapat kupastikan Galang berada di antara kami. Bukan hal yang mengherankan memang. Galang sangat sering bertandang ke warung orangtuaku yang berada di depan kamar kosnya, sedangkan Naya sering datang untuk menemuiku. Itulah yang menyebabkan mereka sering bertemu denganku di waktu dan tempat yang sama.
Sebulan waktu bersama itu, tidak membuatku mencintai Naya dengan sepenuh hatiku. Galang yang selalu berada di antara kami, terasa lebih dekat denganku. Hubungan demi sebuah status itu pun terus berlanjut sampai akhirnya Naya harus dipindahkan ke Bandung.
Sesampainya di Bandung, Naya menyambungkan telefon ke ibunya yang kebetulan sedang berada di dekatnya. Nada bicara ibunya terdengar tidak begitu bersahabat. Keesokan harinya, aku menghubungi ibunya kembali. Di dalam percakapan itu, ibunya memintaku untuk meninggalkan Naya. Aku tidak mengetahui apa alasannya. Aku menuruti permintaan ibunya Naya itu. Namun, Naya marah dan dia mengatakan bahwa dia menginginkan aku menjadi istrinya. Aku pun merasa terikat dengan permintaannya itu. Hubungan itu kembali terjalin.
Hari berganti hari dan tidak terasa waktu sebulan telah terlewatkan tanpa kabar dari Naya. Beberapa hari kemudian, Naya menghubungiku. Aku hanya berkata, “Tumben menghubungiku.”
Setelah itu, aku kehilangan kabar lagi. Selama aku kehilangan kabar darinya, tidak pernah ada niat di hatiku untuk mencari penggantinya. Aku merasa bahwa sudah tugas dan kewajibanku menunggu dia kembali dari tugasnya.
Bulan Desember 2009, dia kembali menghubungiku. Dia memanggilku dengan sebutan “istriku”. Dia meminta aku untuk mengisikan pulsanya. Aku pun menurutinya. Namun, setelah itu tidak ada kabar darinya. Begitu dia memberi kabar kembali, dia memintaku untuk mengisikannya pulsa lagi.
Kala itu, aku tidak memenuhi keinginannya. Aku hanya diam saja dan keesokan harinya aku mengakhiri hubunganku dengannya. Dia menuduhku dengan berbagai macam hal. Aku hanya diam saja.
Perasaan bersalah menderaku selama berbulan-bulan. Aku bersalah karena meninggalkan dia dalam keadaan yang begitu menyedihkan. Namun, rasa penyesalan dan bersalah itu sirna ketika seorang wanita menghubungiku pada bulan Maret. Wanita itu bernama Weni. Dia memaki-makiku dan menyatakan bahwa dia membenciku karena ketika Naya menjadi kekasihnya, saat itu aku masih menjalin hubungan dengan Naya.
Aku hanya bisa bersabar dan berkata, “Seharusnya saya yang marah ke kamu karena berarti kamu yang merebut pacar saya.”
Weni tetap saja marah-marah dan memamerkan kepadaku berbagai macam pemberian dan bukti cinta Naya kepadanya. Sementara aku hanya bisa diam dan mendengarkannya sambil mengurut dada. Aku meyakini bahwa hubungan yang mereka jalin tidak seindah yang diceritakan Weni.
Bulan Agustus 2010, Naya dan Weni menelfonku. Seperti biasa, Weni memaki-makiku, mengataiku dan menjelek-jelekkan aku, sedangkan Naya hanya diam saja mendengarkannya. Mereka terdengar begitu senang setelah mengetahui hubunganku dengan Galang yang sempat terjalin selama dua minggu kandas di tengah jalan. Weni berkata padaku, “Makanya, jadi cewek jangan murahan! Semua cowoko mau Loe embat.”
Dua minggu kemudian, Naya menghubungiku dan menyatakan bahwa hubungannya dengan Weni telah berakhir. Naya juga meminta maaf padaku. Aku menerima permintaan maafnya dengan hati lapang.
Belakangan aku mendapatkan fakta-fakta yang tidak pernah kuduga sebelumnya. Naya menjalin hubungan dengan beberapa wanita dalam waktu yang bersamaan saat dia menjalin hubungan denganku. Naya pun mengakui itu padaku.
Mei, gadis yang merupakan anak seorang kapten di Palembang. Sari, anak seorang kapten di Lampung. Reni, seorang wanita biasa di Batam. Weni, wanita yang memaki-makiku. Mereka adalah wanita-wanita yang kuketahui sebagai pacarnya Naya saat dia menjadi pacarku. Di antara semuanya, hanya Mei dan Sari yang disenangi orangtua Naya.
Saat ini, Naya dan Reni sudah menikah dan memiliki seorang anak. Namun, orangtua Naya tetap tidak mengakui Reni sebagai menantunya ketika Mei dan Sari bertanya kepada mereka.
Itulah permainan kehidupan. Ada banyak rahasia di balik rahasia. Aku tahu bahwa aku telah kehilangan seorang pemuda yang pernah mengisi hidupku saat aku memutuskan untuk meninggalkan Naya. Namun, aku tidak merasa kehilangan. Aku tahu akan ada pengganti yang jauh lebih baik dari dia. Walaupun air mataku sempat menetes untuk dirinya, bukan berarti aku akan mempertahankan dia. Aku memang kehilangan sesosok pacar pertama, tapi bukan berarti hidupku berhenti. Rasa kehilangan itu tidak pernah ada di dalam hatiku untuknya walaupun aku mengetahui bahwa aku telah kehilangan dirinya.
Aku bukan siapa-siapa. Aku menyadari posisiku sebagai orang yang sedang berada di titik terbawah dare kehidupan ini. Suatu saat posisi itu akan terbalik dan bukan hal yang tidak mungkin jika dia akan berada jauh di bawahku suatu saat nanti. Jika hal itu terjadi, aku tidak akan mengangkat daguku lantas pergi meninggalkannya, tetapi aku akan mengulurkan tanganku dan tersenyum padanya. Semua itu hanya untuk menegaskan padanya bahwa aku tidak menyimpan dendam padanya. Biarlah aku merasakan sakit masa lalu! Itu telah kujadikan pelajaran. Tugasku sekarang hanya menjaga hubungan yang telah rapuh ini untuk menjadi tali silaturahmi yang jauh lebih baik.
Sekarang aku sedang menjalin hubungan dengan Galang. Hubunganku dengan Galang ini akan membawaku kembali untuk bertemu dengan Naya. Mau ataupun tidak. Suka ataupun tidak. Lingkungan Galang dan Naya merupakan satu kesatuan. Keputusanku untuk hidup dengan Galang berarti aku harus siap dengan lingkungannya, termasuk menghadapi Naya.





Penulis (saya) bernama Erlinda Matondang dan akrab dipanggil “Er” atau “Lin”. Saya merupakan wanita berdarah batak yang lahir di tanah Jawa pada tanggal 7 Agustus 1991. Saya bertempat tinggal di Karangasem Rt. 02/02, Karangasem, Laweyan, Surakarta, Jawa Tengah. Saat ini, saya merupakan seorang mahasiswa di Universitas Slamet Riyadi Surakarta jurusan Ilmu Hubungan Internasional. Jika ingin menghubungi saya, maka rekan-rekan dapat menghubungi saya di email saya, erlinda.maharani@yahoo.com. Beberapa karya saya baik yang berupa fiksi maupun non-fiksi dapat dilihat di erlindamatondang.blogspot.com.


0 komentar:

Posting Komentar